Manohara Syndrome



Setelah sekian lama, akhirnya aku punya kesempatan menyalakan kotak ajaib bernama telepisi ituh – you know, I can be so primitive in the boarding house. Aku jadi heran banget ama perkembangan kasus Manohara. Berawal dari kabar burung ada model asal Indonesia yang dikurung di kerajaan antah berantah, sekarang tuh berita udah berkembang gila-gilaan. Gak warta berita, gak infotainment, isinya Manohara semua.

Sempat bayangin gimana kalo Manohara liat tipi. She may say, “Oh, look! That’s me.”
Trus ganti channel. “Ya ampun, gue lagi!”
Stasiun lain lagi. “Gosh, tiap nyalain tipi kayak ngaca ajah! It’s like a constant nightmare!”
Or not? Mungkin dia malah menikmati ya…

Yeah… tunas kecil itu udah menancapkan akarnya ke mana-mana. Masalah-masalah bilateral Indonesia-Malaysia yang udah terkubur dan terlupakan, tiba-tiba muncul lagi ke permukaan. Kasus Ambalat, pencurian budaya, ampe (yang udah langganan) penyiksaan TKI… semua dibahas lagi. Haduh2, kayaknya udah siap perang niy!

Heran deh. Kenapa coba jeritan ribuan TKW, yang bergaung lebih dulu, dicuekin gitu ajah tapi begitu sang Putri Kelantan yang mengaduh, masyarakat kita langsung tergugah? Apa ini yang disebut The Power of Beauty? Hahaha

Aku sempat senyum geli juga. Abisnya Manohara ini ngingetin aku sama Helen of Troy yang kecantikannya disebut-sebut bisa menggerakan 50.000 kapal Sparta untuk merapat ke Troya. Satu orang saja mampu membangkitkan perang antar negara. Satu konflik domestik bisa menghancurkan satu peradaban. Wuish, bener-bener mirip dongeng!

Tapi, menurutku, kasus Manohara ini lebih tepat disebut sebagai trigger. Bubuk mesiunya udah ada dari dulu. Bukannya mau memupuk rasa benci terhadap pihak-pihak tertentu lhow ya. Aku cuma berusaha menganalisa masalah ini dari kacamataku ajah.
Dari kasus Manohara yang langsung disusul kasus Siti Hajar, publik seakan diingatkan pada “luka-luka lama” mereka. Tanpa sadar masyarakat kita membangun sentimen negatif sama Malaysia.
Tapi, selama ini konflik-konflik dengan Malaysia kesannya di-repress ama bangsa Indonesia sendiri. Di-repress?? Yep, semacam defense mechanism kolektif untuk menyangkal bahwa kita emang lemah dalam memperjuangkan hak serta martabat kita. Nyadar nggak sih, Indonesia tuh terus-terusan diremehkan oleh negara lain, bukan cuma Malaysia.
Ya iyyalah pulau dan budaya kita diambil… orang kita gak bisa melihara kepunyaan kita.
Ya iyyalah berkali-kali ada kabar “TKI disiksa”… Lepas dari aspek individu – entah TKI-nya ataupun majikannya – negara kita kan belum bisa meratakan kesempatan kerja yang layak buat warganya. Ya udah, yang ada orang-orang Indonesia jadi tenaga kerja di negeri orang. Mungkin ada stereotip kalo orang-orang Indonesia itu bangsa “pekerja”, bukan “pemimpin”. Pulang-pulang ke negara sendiri, kalo gak di dalam peti ya di atas kursi roda.

Haiiiisssshhh, pengen nangis kalo mikirin nasib Indonesia! Bodoh terus. Tertindas mulu. Aku yakin ada yang salah ama mental bangsa kita. Tapi apa?? Apa karena udah mendarah daging sampe kita gak sadar di mana nggak beresnya??

Daripada kita “mengganyang” bangsa lain yang memanfaatkan kelemahan kita, mending kita “mengganyang” kecerobohan kita dulu deh.